R.A. Kartini: Tukang Batu yang Humanis

20 01 2013

Gambar

Humanisme  adalah asas  terpenting  dari lima asas  yang ada dalam Gerakan Kemasonan,  selain demokrasi, sosialisme, monotheisme,  dan nasionalisme.  Penjelasan dari kelima asas itu, seperti ditulis oleh A.D El Marzededeq  dalam buku Freemasonry Yahudi Melanda Dunia  Islam adalah:

Pertama, Humanisme.  Dalam pengertian  Freemasonry (Free: bebas Mason: Tukang Batu; ) adalah  sebuah gerakan  kemanusiaan  untuk membawa manusia kepada  ‘CahayaTerang’,  yang di dalamnya manusia dapat  saling tolong menolong  tanpa membedakan agama, ras, suku, dan paham. Humanisme  dalam  pengertian Freemasonry  juga mengacu pada  internasionalisme,  persamaan derajat antara  semua  bangsa di dunia. Doktrin  halus  humanisme menyatakan,  pengabdian terhadap  kemanusian harus disertai dengan  upaya membuang sekat-sekat agama.

Kedua, Demokrasi. Dalam  pengertian Freemasonry  adalah  sebuah  sistem  yang menghasilkan  hukum  buatan manusia berdasarkan  suara rakyat,  bukan berdasarkan  hukum yang dibuat  oleh Tuhan. Mereka mengampanyekan  slogan vox populi  vox dei  (suara  rakyat, suara Tuhan). Dalam demokrasi,  suara seorang penjahat  setara  dengan suara seorang  ulama. Freemasonry  berusaha keras mendirikan  republik-republik  demokrasi di seluruh muka  bumi.

Ketiga, Sosialisme. Dalam pengertian Freemasonry  adalah sebuah sistem yang meniadakan hak milik pribadi,  seperti halnya Freemasonry  yang juga mendukung pemerataan  hak milik. Sejalan dengan   sosialisme, Freemasonry adalah lembaga  tempat usaha bersama, demi  kemakmuran bersama, yang menyatakan  bahwa hak milik  terbesar berada di tangan  negara. Sosialisme dijadikan  jubah  kelompok  Freemasonry  untuk memasarkan  paham  komunisme, termasuk di Indonesia. Banyak  aktifis “sosial-demokrat”  Belanda yang menjalin hubunga dan datang  ke Hindia Belanda pada masa lalu, sejatinya  adalah seorang Mason.

Keempat,  Monotheisme. Dalam pengertian Freemasonry, monotheisme yang dimaksud adalah  kesatuan dalam  semua  agama, semua  keyakinan,  semua sesembahan. Freemasonry menghormati semua agama dan  meyakinkan  akan semua  anggota  agar mengakui kebenaran  dan kesucian  semua agama. Monotheisme  Freemasonry  mengajarkan  ‘Kesatuan  Hidup’dalam menuju kepada  ‘Hal Yang  Satu’. Doktrin ini banyak diamalkan  oleh kelompok kebatinan di Jawa.

KeIima,Nasionalisme. Dalam pengertian Freemasonry adalah lembaga  kebangsaan  dari semua  bangsa di dunia. Asas kebangsaan dalam setiap negara,  selalu  dianjurkan  oleh jaringan Freemasonry.

Tujuannya,  seperti  tercermin  dalam gerak kebangsaan di Turki,  bahwa hukum nasional  harus mengacu pada karakteristik  bangsa yang bersangkutan,  bukan pada hukum buatan Tuhan.

Tokoh-tokoh Gerakan Kemasonan yang  berasal dari para priyai Jawa mengamalkan  betul asas-asas yang diajarkan dalam gerakan ini. Mereka misalnya  banyak  terlibat dalam nrengampanyekan asas  kebangsaan, persaudaraan  kemanusiaan, dan nilai-nilai pluralisme  yang menganggap  semua  agama menuju pada  hal yang sama, selama mengajarkan  nilai-nilai kebaikan  dan kemanusiaan.

Humanisme yang dikampanyekan Gerakan  Kemasonan diantaranya  pemahaman  soal ukuran nilai baik dan benar. Baik dan benar menurut pandangan mereka  diukur dengan nilai-nilai kemanusiaan,  bukan oleh aturan wahyu. Mereka  tak mempercayai surga dan neraka,  tetapi meyakini bahwa setiap perbuatan  pasti

mengandung  karma. Jika perbuatan  itu baik, maka kodrat  alam  akan memberi  imbalan kebaikan.  Jika buruk, maka karma  buruk  akan menimpa  atau setidaknya nurani akan berontak  untuk mengatakan  itu tak baik.

Minna zulumat ilaanuur  BUKAN LAH Habis Gelap Terbitlah Terang

Pemahaman seperti  ini persis seperti apayang diungkapkan  oleh Raden Ajeng Kartini dalam suratnya  kepada E.C Abendanon,  15 Agustus  1902,yangmengatakan,  “Tuhan kami adalah nurani, neraka  dan surga kami adalah nurani. Dengan melakukan  kejahatan, nurani kamilah yang akan menghukum kami. Dengan  rnelakukan  kebajikan,  nurani  kamilah yang memberi  kurnia.  lngat, pemikiran Kartini dalam suratnya-suratnya  sangat  bercorak  theosofis,  yang mana antara Theosofi dan Gerakan Kemasonan

adalah satu kesatuan.

Ada baiknya  penulis  sedikit kembali mengungkap tentang  bagaimana  pemikiran Kartini,  siapa saja  teman korespondensinya,  dan bagaimana hubungannya  dengan orang-orang  Belanda berdarah Yahudi. Sebab pada buku sebelumnya, Gerakan Theosofi di  Indonesia, dalam  bab “R.A Kartini, Rekayasa Kolonialis  dan  Doktrin  Theosofi,penulis  banyak mendapat  sanggahan  yang perlu  diluruskan.  Ada yang mengatakan, bahwa Kartini berperan  dalam  membendung  upaya Kristenisasi.  Ada juga yang menyebut,  surat mennyurat Kartini  dengan  judul”Habis  Gelap, Terbitloh Terang”  terinsiprasi  dari  ayat Al-Qur’ an  ” Minazhulumaat  ilaannuur”  . Kemudian  yang  lain mengatakan,  Kartini  sudah berpaling  dari pemikiran  sebelumnya dan menjadikan  Al-Qur’an sebagai sandaran  setelah  berguru  pada  seorang Kiai.

Untuk  pendapat  yang  terakhir,  penulis menilai  suatu karunia Allah  jika Kartini berpaling dari pemikiran  yang bercorak  Theosofis menuju  kepada pemikiran yang berlandaskan  Al- Qur’an. Namun,  tentu  saja  fakta sejarah  terkait Kartini yang  berada dalam  pengaruh  pemikiran  Theosofi  seperti  tercermin  dalam surat-suratnya  haruslah  tetap ditulis sebagai  fakta bahwa ia pernah  berada  dalam alam pemikiran Theosofi  dan berhubungan  dengan  para keturunan  Yahudi. Fakta  ini sekadar ingin menunjukkan betapa kuatnya pengaruh  jaringan mereka dalam merekrut  kalangan  priyai dan keturunan  priyai,  termasuk  Kartini yang  menjadi idola wanita  Indonesia.

Sementara soal buku “Habis Gelap, Terbitlah Terangl’ yang disebut  terinspirasi  dari ayat Al-Qur’an, diterbitkan  pada  tahun  1917,  jauh hari setelah Kartini wafat  pada 1904. Buku  yang diterbitkan oleh Kartini Fonds di Belanda ini awalnya berjudul  “Door Duisternis  tot Licht”,  yang kemudian diterjemahkan oleh Armijn Pane,  seorang sastrawan anggota Theosofi dengan  judul  “Habis Gelap, Terbitlah  Terang.” Jika demikian, maka  judul  buku yang disebut merujuk  pada Al-Qur’an adalah berasal dari  Armijn Pane,  bukan dari Kartini. Sedangkan  judul yang berbahasa  Belanda  “Door Duisternis  tot Licht “, apakah  buatan orang

Belanda atau dari Kartini sendiri, masih  belum  jelas. Sebab,  dalam  upacara Freemasonry  juga dikenal  kata-kata  dari grand master  mereka yang berbunyi,”Kalian  dalam  zulumat  (kegelapan) dan kini aku bawa  kalian  ke dalam Nur, bertaubat  dan menangislah  kalian mengingat dosa-dosa kalian semasa  dalam  zulumat itu.”   Artinya, istilah dari kegelapan  menuju cahaya,juga  digunakan  Freemasonry  untuk merekrut anggota.

Sedangkan  jika ada yang menyebut  bahwa Kartini menolak  Kristenisasi,  menurut penulis, Kartini  tak menolak Kristenisasi  an sich,namun  menolak  adanya dominasi zending  dalam mengajak  masuk  ke agama  tertenfu.  Karena menurut Kartini  semua agama  sama, tak boleh  ada yang merasa paling benar. Dalam  surat  kepada E.CAbendanon,  3l Januari 1903, ada kalimat Kartini yang  menyatakan,’Kalau  orang mau  juga mengajarkan  agama,  kepada  orang Jawa,  ajarkanlah  kepada mereka Tuhan yang satu-satunya,  yaitu Bapak Maha Pengasih,  Bapak  semua umat, baik Kristen maupun  Islam, Budha maupun Yahudi, dan lain-lain.”

Kemudian perhatikan  juga surat  kepada Dr N Adriani  pada 5 Juli 1903, seorang  evangelis  (penginjil) yang  bertugas  di Sulawesi,”Tidak peduli agama apa yang  dipeluk  orang dan  bangsa  apa mereka  itu, jiwa mulia  akan tetap mulia juga dan orang  budiman  akan budiman  juga. Hamba Allah  tetap dalam  tiap-tiap  agama,  dalam  tengah-tengah  segala bangsa.”

Masih banyak  lagi surat menyurat Kartini yang menunjukkan  pemikirannya yang  bercorak  pluralisme, mengakui  kebenaran  semua agama. Artinya,  jika Kartini menolak upaya Kristenisasi, ifu semata-matakarenaia  tak ingin satu agama mendominasi  atau  merasa  paling  benar, dengan cara-cara  penyebaran melalui misi  zending. Kartini mengakui  semua  agama  sama  benar,  berasal  dari Yang Satu, seperti  tercermin  dalam surat-suratnya.  Pemahaman  Kartini jelas  mengacu  pada humanisme,  pluralisrne, dan kebatinan.

Diantara  sahabat Kartini  dalam korespondensi adalah  van  Kol, yang  tak lain adalah anggota Freemasonry yang menjadi  salah  seorang pendiri Sociaal Democratische  Arbeiders Partij  (SDAP), Estella  Zeehandelaar, perempuan  keturunan  Yahudi  aktifis SDAP, J.H Abendanon,  ahli hukum  yang menjadi  Direktur  Pendidikan,Ibadah,  dan Kerajinan  di Hindia Belanda,  dan Ny.R.M Abendanon,  perempuan  Yahudi  keturunan Puerto Rico,  istri kedua  J.H Abendanon. Semuanya berdarah Yahudi, dan aktif di organisasi  bentukan Yahudi.

Kembali  ke soal humanisme yang menjadi doktrin  pokok Freemasonry.  Doktrin ini menjadi jualan  jaringan Freemasonry  untuk menyebarkan  gagasan-gagasannya. Propagandis Freemasonry  masa lalu di Jawa sering menggunakan  istilah  perikemanusiaan,  kemanusiaan  universal, persaudaraan  umat manusia, dan lain sebagainya, yang ujungnya adalah menihilkan peran dan pentingnya  nilai-nilai agama.Tak  heran,  jika organisasi-organisasi berbasis  Jawa  yang berada dalam pengaruh jaringan  ini sering menggunakan  istilah ini, seperti organisasi kebatinan, Perkumpulan  Perikemanusiaan  (Permai) yang dipimpin  Ki Yudoprayitno dan aliran kepercayaan  “Agama  Kuring” yang  didirikan oleh Mei Kartawinata di Jawa Barat. Agama Kuring  berasaskan  pada,  “Ketuhanan,  kemanusiaan, kebangsaan,  dengan rnenjunjung  tinggi segala agama  dan menghormati segala bangsa  dengan  jalan perikemanusiaan menuju keselamatan  dunia-akhirat”. Dalam kepercayaan Agama Kuring,  Islam dianggap  sebagai  agama  impor  yang menjajah  Tanah Pasundan,  persis  seperti pemyataan  kelompok  kebatinan  di Jawa.

Taman Siswa sebagai  lembaga pendidikan yang  didirikan  oleh Ki Hadjar Dewantara  dan para  tokoh  kebatinan  yang  tergabung  dalam Kelompok Diskusi Selasa Kliwon, bahkan  tak  mencantumkan  sama sekali asas Ketuhanan. Tiga asas Taman  Siswa adalah:Mengabdi  kepada  perikemanusiaan,  kepribadian

sesuai  kodrat alam, dan kemerdekaan.a0  Asas  ini sempat mendapat  protes  dari umat  Islam,  karena  tak mencantumkan  nilai-nilai  Ketuhanan. Melihat dari asas-asas  tersebut,  sangat jelaslah  bagaimana Taman Siswa sesungguhnya,  yang meletakkan  pengabdian  kepada perikemanusiaan  di atas segala-galanya,  persis seperti cita-cita   Freemasonry.

Paham humanisme,  sejatinya adalah  jebakan  yang berbahaya  bagi akidah  Islam, di mana ujungnya,  setnua ajaran-ajaran  agama,  jika bertentangan dengan  kemanusiaan, maka ajaran-ajaran  tersebut  harus ditolak. Nilai-nilai kemanusian menjadi  “superior”  dibandingkan  ajaran-ajaran  agama. Inilah yang menjadi keyakinan  Jaringan  Islam Liberal melalui  corong  utamanya, Ulil Abshar  Abdalla. Dalam  sebuah tulisan berjudul “Doktrin-Doktrin  yang  kurang Perlu dalam Islam”, Ulil menulis ada sebelas  ajaran  dalam  Islam yang  dianggap kurang perlu karena bertentangan  dengan  rasio, nilai-nilai kemanusiaan,  dan pluralisme.  Diantara doktrin  yang kurang perlu itu, menurut Ulil adalah,  “doktrin bahwa  kesalehen  ritual lebih unggul ketimbang kesalehan sosial. Orang yang beribadah lebih rajin kerap dipandang  lebih  “Muslim” ketimbang mereka  yang bekerja untuk kemanusiaan,  hanya karena mereka beribadah  tidak secara  rutin. Agama bisa ditempuh dengan banyak cara antara  lain melalui pengabdian kepada kemanusiaan.”

Meski  dibungkus  dengan kata-kata  yang seolah bagus, namun tujuan dari humanisme yang dikampanyekan  Freemasonry adalah upaya mendestruksi  ajaran-ajaran  agama. Seperti  tercantum dalam Notulen Kongres Freemasonrry  l9l I yang menyatakan,  “Tidaklah cukup bagi kita hanya mengalahkan para pemeluk  agama  dan  peribadatannya  dengan humanisme  sejati, melainkan dengan  humanisme  harus  dapat memusnahkan mereka  itu.”  Inilah wajah  sesungguhnya  dari kampanye soal nilai-nilai  humanisme yang mereka  agung-agungkan.

(Artawijaya, Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara,  hal 24 -31)

Setiap tahun adik kita di Taman Kanak-kanak  memakai kebaya  dan Baju adat berparade 21
April mengingat kiprah seorang perempuan yang dianggap berjasa dan diagungkan sebagai pahlawan. Kita pun pernah ikut merayakannya. Tanpa sadar kita juga memperingati akan nilai-nilai yang ditawarkan perempuan yang ternyata dibesarkan dalam asuhan ajaran Freemason. Suka atau tidak, kita dikelabui, disisipi dengan nilai-nilai yang salah dalam pandangan Yang Maha Kuasa. Sadar atau tidak kita diajak untuk melanggengkan nilai-nilai itu. Nilai-nilai yang  bisa  menggiring  kita seperti ternak digiring ke tempat jagal.

Bungkus  kemanusiaan dengan HAMnya, Demokrasi dengan pemerintahannya yang sangat korup, Monotheisme dengan Ketuhanan nya yang sarat pemujaan berhala, Sosialisme dengan keadilan yang berpihak pada golongan tertentu saja, dan Nasionalisme yang bila dibaca akan berbunyi penghambaan orang Timur pada orang Barat, kulit berwarna kepada kulit putih.  Setelah ternak diperah, dicocok hidung dibodohi, alih-alih selamat, malah membuat kita celaka pula di akhirat akibat tunduk pada nilai-nilai yang menistakan agama semacam itu. Sesat!

Perseteruan dan perselisihan antara Iblis dan Adam as titik nol perseteruan abadi.  Dalam sejarah  peradaban manusia, penerus nilai itu dilanjutkan antara Habil dan Kabil mewarnai sejarah peradaban manusia dengan darah.  Perang Salib yang digaungkan oleh Paus Urban III dilancarkan oleh gerombolan rampok gembel Eropa yang iri dengan kemakmuran Turki membanjiri Turki dengan darah kaum muslim (Baca: Ancaman Global Freemasonry) Tonggak demi tonggak dalam sejarah dilalui. Di Indonesia saat ini masih banyak Kartini, Boedi Oetomo,  Ki Hadjar Dewantara muda berperan sebagai penerus nilai-nilai kejahilian.  Menjelma Ulil Abshar, Gunawan Muhammad, Tsauqany, Gus Dur, Cak Nur dan banyak lagi.  Nilai perseteruan itu akan tetap bertahan hingga akhir jaman. Selamanya harus ada yang berpihak ke masing-masing kubu. Kubu Adam atau kubu Iblis. Jika kita diam mereka terus bergerak, jadi kita pun harus senantiasa bergerak, atau diam dijadikan mereka seperti ternak.. naudzubillah tsuma naudzubillah.. Audzu bi ..ilahinnaas min syari was-was sil khonnas..

 

sumber : http://sokabuma.wordpress.com/2012/04/27/r-a-kartini-tukang-batu-yang-humanis-believe-it-or-not/